Desa Wae Rebo, Keindahan Adat NTT Untuk Dunia
14 Januari 2025
Tersembunyi di dalam rimbunnya hutan dan tingginya bukit, Desa Wae Rebo adalah salah satu desa adat Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih asri dan terjaga keasliannya. Wae Rebo menjadi salah satu desa tertinggi di Indonesia karena terletak di ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut. Dari terpencilnya lokasi hingga menjadi salah satu desa terindah di dunia dan dikenal secara luas, keberhasilan dalam menjaga keotentikan budaya Desa Wae Rebo perlahan mulai diakui dunia.
Desa Waerebo berawal dari migrasi pelayar Minangkabau yang Bernama Empo Maro dan keluarga untuk menghindari konflik dari serbuan penjajah pada abad ke-18 di Manggarai. Untuk menyembunyikan diri kolonialisme mereka mencari tempat yang aman dan memutuskan untuk mendirikan pemukiman di lokasi terpencil ini. Sesuai dengan kebudayaan asli Manggarai, mereka membangun rumah-rumah adat dengan bentuk yang sangat ikonik bernama Mbaru Niang. Berbentuk kerucut dan terbuat dari jerami menjadi ciri khas yang otentik desa adat ini. Para penduduk setempat membangun rumah-rumah ini dari bahan-bahan alami yang mereka dapat dari lingkungan sekitar, menjadi bukti kejeniusan arsitektur Indonesia pada dahulu kala.
Arti dari Mbaru Niang sendiri yakni Mbaru berarti rumah, sedangkan kata Niang berarti tinggi dan bulat. Filosofi keseimbangan dalam kehidupan di alam menjadi dasar dari berdirinya rumah-rumah tersebut.
Melihat potensi yang dihadirkan tanpa mengurangi keotentikan adat istiadat di Wae Rebo, masyarakat dan pemerintah setempat mengenalkan pada publik secara luas dengan konsep ekowisata. Tak hanya melihat keindahan alam dan mengagumi arsitektur Mbaru Niang, para wisatawan diperkenalkan berbagai kebudayaan asli Wae Rebo saat memutuskan berlibur disini.
Para turis bisa melihat Upacara Penti, sebuah bentuk syukur masyarakat lokal kepada Tuhan dan leluhur untuk musim panen yang baik serta berkah untuk tahun-tahun mendatang. Mulai dari persembahan makanan khusus, tarian hingga nyanyian asli menjadi sebuah pengalaman yang berkesan bagi para wisatawan. Penti tak menjadi satu-satunya ritual yang ada pada desa ini. Caci juga menjadi pertunjukkan yang ditunggu oleh para wisatawan. Dua pemuda asli desa Wae Rebo mempertunjukkan kebolehan bela diri dan seni berperang satu sama lain lengkap dengan senjata cambuk dan perisai. Caci menjadi simbol kehebatan Ritual ini melibatkan serangkaian tarian tradisional, nyanyian, dan persembahan makanan yang disiapkan oleh seluruh masyarakat.
Selain Penti, kamu juga bisa menyaksikan Caci, pertunjukan seni bela diri tradisional yang dua pria mainkan dengan berhadapan dan menggunakan cambuk serta perisai. Meskipun tampak seperti pertarungan, Caci mengandung filosofi yang kaya dan merupakan tarian yang menampilkan keberanian serta keterampilan.
Dengan tekad menjaga kearifan lokal dan mengembangkan ekowisata berkelanjutan, Desa Waerebo telah menerima pengakuan internasional. Pada tahun 2012 kemarin, Desa Wae Rebo menerima penghargaan bergengsi seperti UNESCO Asia-Pacific Heritage Award for Cultural Heritage Conservation. Desa Waerebo menempati peringkat kedua sebagai kota kecil terindah di dunia versi majalah Time Out. Lalu yang paling b2021 lalu, desa ini pun menjadi salah satu dari 3 desa yang mewakili Indonesia dalam ajang Best Tourism Village.
Mendukung akses transportasi yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia, PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) melayani para wisatawan ataupun masyarakat melalui Pelabuhan Labuan Bajo. Setidaknya ada beberapa kapal ferry yang melayani kebutuhan pengguna jasa untuk menuju Labuan Bajo, salah satunya adalah KMP Sangke Palangga yang berangkat dari Tanjung Bira, Sulawesi Selatan. Untuk membeli tiket kapal ferry ke Labuan Bajo cukup mengklik link ini.
Berkunjung ke Wae Rebo adalah kesempatan untuk merasakan langsung kehidupan masyarakat adat yang harmonis dengan alam, sekaligus mendapatkan pengalaman tak terlupakan yang jarang ditemukan di tempat lain.